Logo Mahkamah Internasional International Court of Justice |
Yang terkait dengan postingan ini
Website : International Court of Justice
Undang-Undang : Tidak ada yang terkait
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam kita berhubungan dengan negara
lain selalu ada permasalahan dan juga kendala yang harus segera diselesaikan.
Untuk itu berbagai bangsa di dunia sepakat untuk membuat hukum yang dapat
mengayomi semua negara yang saling berhubungan. Hukum tersebut lazim disebut
hukum internasional. Dari definisi hukum internasional yang diberikan oleh
pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst,
pembahasan dan juga penekanan dari hukum internasional masih sangat terbatas
pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan
subjek-subjek hukum lainnya. Namun seiring dengan perkembangan jaman
aspek-aspek dan pihak-pihak lain yang berhubungan dalam dunia internasional
juga dimasukkan dalam subjek hukum internasional modern.
Dalam penyebutan atau penamaannnya
kita mengenal berbagai pengertian dan juga istilah untuk hukum internasional
ini karena pendekatannya berbeda satu dengan yang lain. Namun yang kita sering
gunakan adalah hukum internasional karena mampu menjelaskan dan juga
menyiratkan arti tentang apa yang dikandung di dalam istilah hukum
internasional tersebut.
Sebagai hukum yang bersifat fusi
atau gabungan yang mengayomi berbagai negara dengan latar belakang berbeda
hukum internasional memiliki berbagai sumber yang mendasarinya. Namun sampai
saat ini masih banyak orang yang belum memahami dan juga menyadari hakekat dan
juga jenis-jenis dari sumber hukum internasional itu sendiri. Oleh karena itu
kami merasa perlu menyusun makalah ini guna memberikan tambahan dan juga
sekedar melengkapi pengetahuan kami tentang sumber-sumber hukum internasional.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat kita tarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa hakekat
dari sumber Hukum Internasional?
2. Apa sumber
hukum internasional?
C. TUJUAN
PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dari
penulisan karya tulis ini anatara lain adalah:
1. Untuk
memberi gambaran umum tentang hakekat sumber Hukum Internasional.
2. Untuk
memberi gambaran umum tentang sumber Hukum Internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
D. HAKEKAT
HUKUM INTERNASIONAL
Jika kita berbicara masalah hukum
internasional kita akan dihadapakan pada dua sisi yaitu hukum internasional
public dan hukum perdata internasional. Namun guna membatasi pembahasan dan
pemaparan kami, maka kami fokuskan karya tulis ini pada hukum internasional
publik. Seperti yang kita ketahui Hukum internasional publik adalah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan hukum perdata
internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur
hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada
hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
Awalnya, beberapa sarjana
mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara
lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis
(Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional
didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini
ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di
dalamnya”. Sedangkan menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem
hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Namun definisi hukum internasional
yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius
atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak
memasukkan subjek-subjek hukum lainnya. Salah satu definisi yang lebih lengkap
yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi
yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :“ hukum internasional dapat didefinisikan
sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu
juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta
yang juga mencakup :
a. Organisasi
internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya,
hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga
atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan
hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau
individu-individu.
b. Peraturan-peraturan
hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum
bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah
masyarakat internasional”.
Sejalan dengan definisi yang
dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional
sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara
dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara
satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi
di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup
dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur
subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta
hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan
kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya,
tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional,
sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana
sebelumnya.
E. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Sumber-sumber hukum internasional
dapat kita bagi atau kelompokkan berdasarkan 2 buah metode dan cara pandang
kita. Metode tersebut adalah:
1.
Legalitas
Sumber hukum dibedakan menjadi dua
yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum materiil.
- Sumber
hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya hukum.
- Sumber
hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual
yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum
yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
2. Penggolongan
Sumber hukum internasional dapat
dibedakan berdasarkan penggolongannya menjadi dua yaitu:
a Penggolongan menurut Pendapat Para
sarjana Hukum Internasional
Para sarjana Hukum Internasional menggolongkan sumber
hukum internasional yaitu, meliputi:
- Kebiasaan
- Traktat
- Keputusan
Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
- Karya-karya
Hukum
- Keputusan
atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
b Penggolongan menurut Pasal 38 (1)
Statuta Mahkamah Internasional
Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38
(1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :
- Perjanjian
Internasional (International Conventions)
- Kebiasaan
International (International Custom)
- Prinsip
Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh
negara-negara beradab.
- Keputusan
Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah
diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified
publicists).
Jelas bahwa penggolongan sumber hukum internasional
menurut pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta Mahkamah
Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a Pembagian menurut para sarjana
telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional sebagai sumber
hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna
karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase
internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda
perjanjian.
b Penggolongan sumber hukum
internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum
umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini
sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk
membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat
membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini
sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menaytakan bahwa: This propivisons
shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono,
if the parties agree thereto. “Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim
dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati
nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas
ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
c Keputusan atau Ketetapan
Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat dalam pasal
38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.
3. Berdasarkan
sifat daya ikatnya:
Sumber hukum Internasional jika
dibedakan berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat dibedakan menjadi sumber
hukum primer dan sumber hukum subsider. Sumber hukum primer adalah sumber hukum
yang sifatnya paling utama artinya sumber hukum ini dapat berdiri
sendiri-sendiri meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain. Sedangkan
sumber hukum subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru mempunyai daya
ikat bagi hakaim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh sumber hukum
primer. Hal ini berarti bahwa sumber hukum subsider tidak dapat berdiri sendiri
sebagaimana sumber hukum primer.
a Sumber Hukum Primer hukum
Internsional Sumber hukum Primer dari hukum
internasional meliputi:
(1) Perjanjian
Internasional (International Conventions)
(2) Kebiasaan
International (International Custom)
(3) Prinsip Hukum
Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
Oleh karena sumber hukum
internasional nomor 1,2,3 merupakan sumber hukum primer maka Mahkamah
Internasional dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan
berdasarkan sumber hukum nomor 1 saja, 2 saja, atau 3 saja. Namun perlu diketahui
bahwa pemberian nomor 1, 2, 3 tidak menunjukan herarki dari sumber hukum
tersebut. Artinya bahwa ketiga sumber hukum tersebut mempunyai kedudukan yang
sama tingginya atau yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya
dari sumber hukum yang lain.
b Sumber Hukum Subsider Bahwa yang
termasuk sumber hukum tambahan dalam hukum internasional adalah:
(4) Keputusan
Pengadilan.
(5) Pendapat Para
sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Oleh karena sumber hukum
internasional nomor 4 dan 5 merupakan sumber hukum subsider maka Mahkamah
Internasional tidak dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya
dengan hanya berdasarkan sumber hukum nomor 4 saja, 5 saja, atau 4 dan 5 saja.
Hal ini berarti bahwa kedua sumber hukum tersebut hanya bersifat menambah
sumber hukum primer sehingga tidak dapat berdiri sendiri.
Berdasarkan klasifikasi sumber hukum
internasional diatas maka dapat kita ketahui bahwa suber hukum internasional
antara lain adalah:
(1) Perjanjian Internasional (International
Conventions)
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara dua
atau lebih negara dalam bentuk tertulis, diatur sesuai dengan prinsip-prinsip
hukum internasional. Secara umum dikelompok menjadi dua:
- Perjanjian
Multilateral yaitu sebuah persetujuan yang disepakati oleh lebih dari dua
negara. Ketika perjanjian ini merupakan cerminan dari pendapat masyarakat
internasional pada umumnya, maka perjanjian tersebut bisa menjadi apa yang
disebut dengan “Law-Making Treaty”. Traktat yang membuat Hukum.
Perjanjian ini menciptakan norma umum hukum yang akan dipakai oleh
masyarakat internasional sebagai prinsip utama di masa mendatang guna
menyelesaikan suatu perkara di antara mereka.
- Perjanjian
Bilateral adalah Kontrak Internasional antara dua negara. Tujuan
perjanjian ini adalah menetapkan kewajiban-kewajiban hukum tertentu dan
segala akibatnya jika melakukan atau tidak melakukan kewajiban tersebut
terhadap pihak yang menandatangani kontrak tersebut
Konvensi Wina tahun 1969 tentang
Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties 1969)
telah mengatur hal-hal yang menyangkut proses negosiasi atau penundukkan (accession),
validitas, perubahan (amendment), penggantian (modification),
pengecualian (reservation), penundaan (suspension) atau
pemberhentian (termination) dari sebuah perjanjian internasional.
Pernyataan Sepihak (Unilateral
Statement) atau Deklarasi yang memuat hak dan kewajiban suatu negara dalam
hubungannya dengan peristiwa tertentu dapat pula dianggap sebagai sebuah
perjanjian sepihak yang menjadi suatu sumber hukum terbatas bagi negara yang
mengeluarkan pernyataan tersebut. Lihat Nuclear Test Case (1974) ICJ
Reports, hal 253 paragraf 43
Perjanjian Internasional dapat pula berfungsi sebagai
bukti adanya kebiasaan internasional ketika:
- Ada
beberapa perjanjian bilateral terhadap kasus yang serupa yang memakai
prinsip-prinsip yang sama atau ketentuan-ketentuan yang serupa sehingga
bisa menimbulkan akibat hukum yang sama. Lihat Lotus Case (1927) PCIJ
reports, Series A, No. 1
- Sebuah perjanjian
yang ditandatangani oleh beberapa negara bisa menjadi sebuah kebiasaan
jika aturan yang disepakati merupakan generalisasi dari praktek
negara-negara dan persyaratan bahwa hal tersebut dianggap sebagai sebuah
hukum dapat dipenuhi. Lihat North Sea Continental Shelf Cases (1969)
ICJ Report, hal 3
Sebuah perjanjian yang ditandatangani beberapa negara
yang merupakan hasil kodifikasi dari beberapa prinsip dalam kebiasaan
internasional dan secara konsekuen telah mengikat pihak-pihak yang tidak
terlibat dalam perjanjian tersebut. Lihat preamble Geneva Convention on the High
Seas 1958 dan treaty on Principles Governing the Activities of States in the
Exploration and Use of Outer Space 1967.
(2) Kebiasaan
International (International Custom)
Ada dua elemen yang harus ada dalam kebiasaan
internasional untuk bisa dipakai sebagai sumber hukum internasional:
- Praktek
Negara-negara: Unsur-unsur yang dilihat dalam praktek negara adalah
seberapa lama hal itu sudah dilakukan secara terus menerus (duration);
keseragaman atau kesamaan dari praktek tersebut dalam berbegai kesempatan
dan berbagai pihak yang terlibat (uniformity) serta kadar kebiasaan yang
dimunculkan oleh tindakan tersebut (generality). Lihat Fisheries
Jurisdiction (Merits) Case (1974) ICJ Reports, hal 3 dan North Sea
Continental Shelf Cases (1969) ICJ Report, hal 6
- Opinio
Juris sive Necessitatis. Ini adalah pengakuan subyektif dari negara-negara
yang melakukan kebiasaan internasional tertentu dan kehendak untuk
mematuhi kebiasaan internasional tersebut sebagai sebuah hukum yang
memberikan hak dan kewajiban bagi negara-negara tersebut.
Bukti keberadaan sebuah kebiasaan internasional ialah:
Korespondensi Diplomatik, pernyataan kebijakan, siaran pers, pendapat dari
pejabat yang berwenang tentang hukum, keputusan eksekutif dan prakteknya,
komentar resmi dari pemerintah tentang rancangan yang dibuat oleh ILC,
Undang-undang nasional, keputusan pengadilan nasional, kutipan dalam sebuah
perjanjian internasional, paktek lembaga-lembaga internasional, dan resolusi
yang dikeluarkan Sidang Umum PBB.
Suatu negara bisa secara terus menerus melakukan
penolakan terhadap sebuah kebiasaan internasional (persistent objector). Bukti
penolakan tersebut harus jelas. Lihat Anglo Norwegian Fisheries Case (1951)
ICJ Reports, hal 116. Namun demikian, suatu negara yang diam saja ketika
proses pembentukan kebiasaan internasional berlangsung tidak dapat menghindar
dari pemberlakuan kebiasaan tersebut terhadapnya.
Suatu kebiasaan internasional bisa saja “exist” di
wilayah tertentu saja, misal antar dua negara atau regional saja. Lihat
Asylum Case (1950) ICJ Reports, hal. 266 dan The Rights of Passage over Indian
Territory Case (1960) ICJ Reports,hal 6
(3) Prinsip Hukum
Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
Sumber hukum ini digunakan ketika
perjanjian internasional dan kebiasaan yang ditemukan tidak kuat dipakai
sebagai dasar untuk memutuskan suatu perkara. Hal ini penting dilakukan agar
pengadilan tidak berhenti begitu saja karena tidak ada aturan yang mengatur
(non liquet). Namun sampai saat ini belum terlalu jelas apakah yang dimaksud
sebagai prinsip hukum hanya yang telah diakui oleh msayarakat internasional
ataukah prinsip hukum nasional tertentu saja sudah cukup.
Prinsip hukum umum seringkali
berguna dan berfungsi sebagai keterangan untuk menginterpretasikan sebuah
kebiasaan atau perjanjian internasional. Hal ini terutama ditemukan dalam
naskah persiapan suatu perjanjian internasional.
Prinsip-prinsip yang pernah digunakan oleh Mahkamah
Internasional antara lain adalah Good Faith, Estoppel, Res Judicata,
Circumstantial Evidence, Equity, Pacta Sunt Servanda dan Effectivites. Lihat
Diversion of Water from the Meuse Case (1937) PCIJ Reports, Series A/B, no 70;
Temple of Preah Vihear Case (Merits) (1962) ICJ Reports, hal 6 dan the Corfu
Channel Case (Merits) (1949) ICJ Reports hal 4
(4) Keputusan
Pengadilan.
Pasal 59 Statuta Mahkamah Internasional menegaskan
bahwa “the decision of the Court shall have no binding effect except between
the parties and in respect of that particular case”. Konsekuensinya:
Mahkamah tidak mengakui prinsip Preseden dan keputusan
sebelumnya tidak mengikat secara teknis. Tujuannya adalah bahwa mencegah sebuah
prinsip yang sudah dipakai Mahkamah dalam putusannya digunakan untuk negara
lain atas kasus yang berbeda. Lihat Certain German Interest in Polish Upper
Silesia Case (1926) PCIJ Reports, Series A, no 7. Keputusan Mahkamah bukan
merupakan sumber formal dari sumber hukum internasional. Keputusan Peradilan
hanya memiliki nilai persuasif. Sementara keputusan peradilan nasional
berfungsi sebagai acuan tidak langsung adanya opinio juris terhadap suatu
praktek negara tertentu.
Hal yang sama juga berlaku untuk ajaran para ahli
hukum internasional. Selain dilihat sebagai sebuah doktrin yang melengkapi
interpretasi sebuah perjanjian, kebiasaan maupun prinsip umum hukum, sekaligus
juga merupakan buki tidak langsung dari praktek dan opinio juris dari suatu negara.
(5) Pendapat Para
sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.
Dalam hukum internasional kontemporer, ajaran para
ahli berfungsi terbatas hanya dalam analisa fakt-fakta, pembentukan
pendapat-pendapat dan kesimpulan-kesimpulan yang mengarah kepada terjadinya
trend atau kecenderungan dalam hukum internasional. Tentu saja pendapat dan
ajaran-ajaran tersebut bersifat pribadi dan subyektif, namun dengan semakin
banyaknya ajaran yang menyetujui akan suatu prinsip tertentu maka bisa
dikatakan akan membentuk suatu kebiasaan baru.
Pendapat dari para pejabat di bagian
hukum masing-masing negara, tidak bisa dianggap sebagai ajaran para ahli hukum
internasional namun justru bisa dilihat sebagai bagian dari praktek
negara-negara.
BAB III
PENUTUP
F. SIMPULAN
Adapun simpulan yang dapat kami ambil dari penyusunan
dari makalah ini yaitu :
- Pada
dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah
hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional
terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata
internasional.
- Sumber
hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum
materiil. Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari
bentuknya, sedang sumber hukum materiil adalah segala sesuatu yang
menentukan isi dari hukum. Menurut Starke, sumber hukum materiil hukum
internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh
para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi
suatu peristiwa atau situasi tertentu.
Berdasarkan klasifikasi sumber hukum internasional
dibagi menjadi berdasarkan pendapat para ahli dan statute mahkamah
internasional sedangkan berdasarkan daya ikat dibagi menjadi primer dan
subsider. Sumber hukum internasional tersebut anatara lain adalah Perjanjian
Internasional (International Conventions) , Kebiasaan International (International
Custom) , Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui
oleh negara-negara beradab. , Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan
pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most
highly qualified publicists).
0 Comment